Jumat, 20 Mei 2011

asuhan keperawatan tuli kongeniatal


PEMBAHASAN
2.1 Aantomi 

2.2 Devinisi
Tuli kongenital merupakan ketulian yang terjadi pada seorang bayi disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan maupun pada saat lahir.
Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing impaired) atau tuli total (deaf). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat dengar, sedangkan tuli total adalah keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga tidak dapat berkomunikasi sekalipun mendapat perkerasan bunyi ( amplifikasi)
2.3 Etiologi
1.      Heraditer ( genetic)
a.       Apalsia adalah anak lahir tuli karena organ dalam tubuhnya tidak terbentuk normal terutama organ telingga
b.      Abiotrofi
Kelain ini disebut juga tuli heredodegenerasi atau tuli heredodegenerasisyaraf; kadang-kadang disebut pula tuli keturunan sebelum tua (presenil familial deafness). Di sini akan terjadi proses degenerasi yang progresif di dalam koklea pada masa anak-anak ataupun setelah dewasa
c.       Penyimpangan kromosom
Di sini terjadi penyimpangan dari kromosom yang dapat menyebabkan ketulian. Penyimpangan kromosom ini dikenal sebagai "TRISOMI". Trisomi adalah adanya ekstra kromosom yang menyebabkan anomali dan menyebabkan terjadinya ketulian; yang sering ada ialah : trisomi 12 dan 18 atau golongan D dan E. Karena adanya penyimpangan dari kromosom, biasanya kelainannya tidak di telinga saja, tetapi juga di organ lain bahkan sering terjadi di organ vital, sehingga anak tidak dapat bertahan hidup lama dan meninggal pada usia muda.
2.      Prenatal ( semasa kehamilan )
Ketulian yang terjadi pada masa kehamilan ini biasanya
tipe sensori neural dan jarang dari tipe lain. Dalam hal ini,
sesungguhnya pertumbuhan alat pendengaran normal, akan
tetapi oleh karena suatu sebab maka pertumbuhannya akan
menyimpang atau rusak sebelum berkembang.
3.      Perinatal ( semasa persalinan )
Pada waktu kelahiran anak tidak luput dari kemungkinan menjadi tuli, misalnya Trauma waktu lahir, baik oleh karena alat-alat yang digunakan oleh penolong persalinan maupun persalinan yang sukar atau persalinan yang lama.
 Anoksia oleh karena tali pusat melingkar kepala, ataupun terjadinya obstruksi dari jalan nafas yang dapat menyebabkan kerusakan dari koklea.

2.4 patofisiologi
Terlampir
TULI KONGENITAL


        Genetik                                  Prenatal                                    Perinatal       
-          Abiotrofi                             - Toksisitas                                - Trauma kelahiran
-          Aberasi kromosom              - Obat-obatan                            - Anoksia
-          Aplasia                                - Penyakit menahun
-                                                      - Virus                                       - Penggunaan alat
                                                                                                          dlm persalinan
Beberapa organ dlm                 Merusak perkembangan              menyebabkan   
tubuh tdk terbentuk                  system janin                                trauma
                                                        
Beberapa organ dlm                 Organ telinga terganggu         - tali pusar melingkar
Telinga tdk terbentuk                                                                 di kepala
- obstruksi jln nafas
- kerusakan koklea


                                                         TULI


G3 persepsi      penurunan        harga diri            Tdk dpt berorientasi     G3 berbahasa
   sensori              kognitif                                        dg lingkungan
                                                  G3 hub. sosial                                      G3 komunikasi
G3 pendengaran  G3 pola fikir                                Akademik                     verbal

 
2.5 manifestasi kliniks
1. kenampuan pendengaran tergangu
2. kemampuan wicara terganggu
3. perkembangan social tergangu
Perkenbangan kognitif terganggu

2.6 klasifikasi
a. Tuli sebagian
keaadan fungsi pendengaran berkurang tetapi masih dapat dimanfaatkan untuk berkomonikasi  dengan atau tampa bantuan alat pendengaran .
b. Tuli total
keadaan fungsi yang sedemiakian tergangua sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk berkomonikasi sekalipun dengan mengunakan alat bantu pendengaran.
1.7  pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Ketulian
1)    Pemeriksaan dengan garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluaran telinga, telinga tengah, telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.
Pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam, koklea mengandung sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak.
Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif
Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural.
2)    Audiometri
Menggunakan suatu alat “audiometer” yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu.
Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya. Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3)    Audiometri Ambang bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
4)    Diskriminasi
Dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang bunyinya hampir sama. Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (presentasi kata yang diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada dibawah normal. Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5)    Timpanometri
Merupakan sejenis audiometri yang mengukur impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif.
Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa :
      Penyumbatan tuba eustacheus
     Cairan di dalam telinga tengah
     Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes. Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang lambat otot stapedius tidak dapat berkontraksi selama telinga menerima suara yang gaduh.
6)    Respon auditoris batang otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan pada saraf pendengaran.
Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
7)    Elektrokokleografi
Digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf pendengaran. Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap suara, misal untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi, hipakusis psikogenik (pura-pura tuli).

1.8  Penatalaksanaan
Alat bantu dengar tuli
a.    Alat bantu dengar
Merupakan alat elektronik yang dioperasikan dengan bateri yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari sebuah mikrofon untuk menangkap suara, amplifier untuk meningkatkan volume suara, speaker untuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan. Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
b.    Alat bantu dengar hantaran udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka
c.    Alat bantu dengar hantaran tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika keluar cairan dari telinganya (otorea). Alat ini dipasang di kepala biasanya dibelakang telinga dengan bantuan sebuah pita elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
d.    Pencangkokan koklea
Implan / pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 5 bagian :
1.      Sebuah microfon untuk menangkap suara dari sekitar
2.      -Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang tertangkap mikrofon
3.      -Sebuah transmitter dan stimulator / penerima yang berfungsi menerima sinyal dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
4.      -Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke otak.
5.      -Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara, implan koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga yang mengalami kerusakan.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
TULI KONGENITAL

3.1 pengkajian
Pemeriksaan fisik
Kaji masa prenatral  pengguanan obat – obatan , ada penyakit infeksi
Kaji masa perinatal
Pengunaan alat hiperbilirubenia asfiksia
Kaji kemampuan verbal
Kaji kemampuan berbahasa
Akji kemampuan berbahasa
Kaji status emosional pada pada pada pasien perasaan malu, perasaan bersalah .
Kaji tingkat intelektual
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
Diagnosa keprawatan
1.      Gangguan persepsi sensori berhungan dengan gangguan pendengaran
2.      Resiko cidera brhungan tuli kongeniatal
3.      G3 komonikasi verbal berhubungan dengan ganguan berbahasa
4.      G3 pola fikir berhubungan dengan penurunan kognitif
5.      G3 hubungn social berhubungn dengan harga diri rendah
6.      Ansiatas orang tua berhubuangan dengan gangguan pendengaran dan berbahasa pada anak




Diagnosa keperawatan 1
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pendengaran
Tujuan setelah dilakukan perawatan selama 5 x 24 jam pasien tidak mengalami ganggauan persepsi sensori dengan
 criteria hasial pasien tidak mengadukan gangguan pendengaran , pasien tidak mengalami asietas berhungan dengan gangguan persepsi auditori , membedakan realita dengnan perubahan persepsi sensori
Rencana keperawatan interverensi
Interverensi
Kaji gangguan pendengaran pada pasien bilateral atau unilateral
Rasional
Menegetahuai gangguanya sehingga mempermudah interpresi .
Interverensi
Pantau perubahan orientasi kemampuan berbicara , alam perasaaan sensori dan proses berfikir
Rasional
Kerusakan dapat terjadi karena trauma awal kadang- kadang berkembang ,perubahan sensorin persepsi motorik dan kognetive
Interverensi
Pahami status emosional pasien , menjamin adanya keamanan
Rasional
Respon empatis dapat meneurunkan intensitas rasa takut
Interverensi  
Berikan stimulasi yang bermanfaat , verbal , penciuman taktil  dan pendengaran hindari penisolasian baik secara fisik maupun psikologis
Rasional
Pilihan pemasukan sensori secara cermat bermanfaat untuk menstimulasikan kembali fungsi kognive
Kolaborasi
Rurjuk keahli fisioterapi
Rasional pendekatan antar disiplin dapat mencitkan rencana penatalaksanan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemam[puan dan ketidak mampuan secar individub  yang unik dan berfokus pada penimngkatan efaluasi dan fungsi fisik koknitif.
Diagnosa keperawatan 2
Resiko cidera berhungan dengan tuli kongeniatal
Setelah dilakukan pengobatan selama 5x24 jam pasien terhindar dari resiko cidera dengan criteria hasil pasien tidak melaporkan terjadi codera
Pasien tidak mengalami cidera
Interverensi
Kaji kemampuan kewaspadaan pasien
Rasional
Untuk menetukan sebagaimana tingkat kewaspadaan pasien
Interverensi
Berikan penjelasan pada pasien dengan pendekatan terapiotik untuk melihat hal- hal yang ada didekatnya atau lingkunganya sehinggga dapat meminimalis resiko cidera yang dapat mengacam
Rasional
Meningkatkan kewaspadaan dari lingkungan untuk meminimalis resikon cidera contohnya seperti letusan kompor
Kolaborasi pemakaina alat bantu pendengaran
Rasional dapat mendegar secara jelas sehingga mencegah resti cidera dari lingkungan


Diagnosa keperawatan 3
Gangguan perkembangan bicara : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menurunnya fungsi pendengaran pada anak.
Tujuan
 Dalam waktu 6 bulan kemampuan komunikasi nonverbal anak akan kembali normal
kriteria hasil
pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dengan mengunakan isarat non verbal
pasien mampu menunjukan peningkatan hubungan social   
interverensi
lakukan latihan komonikasi dengan menguanakan bahasa isarat dan benda –benda biasakan anak melihat orang tua berbicara
rasiaonal
agar stimulasi tetap diterima anak sesuai dengan kemapuan penerimaan anak pada terhadap inforamsi yang diberikan
interverensi
perhatiakan kebersihan telingga anak
rasiaonal ketidakmampuan pendegaran sering disebabkan oleh adanya hambatan kotoran telingga
interverensi
kolaborasi rehabilitasi untuk menggunakan alat Bantu dengar mampu mengatasi hambatan pendegaran pada telingga anak
rasional
alat Bantu pendegaran dapat membantu mengatasi hambvatan pendengaran pada anak.




Diagnosa keperawatan 4
Kecemasan pada orang tua berhungan dengan gangguan kemampuan berbicara pada anak
Tujuan
Dalam waktu 1 jam, orang tua ( ibu ) dapat menerima keadaan putranya.
Kriteria hasil
Ibu tidak tampak cemas, ibu dapat menguraikan hal-hal yang positip yang dapat dikembangkan yang berkaitan dengan keadaan anaknya seperti mau melatih anaknya dirumah, mengajak anak bermain, setuju untuk melakukan suatu pemeriksaan yang lengkap yang dianjurkan pihak medis dalam penanganan masalah kemampuan bicara anaknya.
 Interverensi
Berikan penjelasan yang lengkap dan akurat tentang kondisi anaknya secar jelas
Rasional
Pengikutsertaan keluarga terhadap perawatn anak secara langsung dapat mengurangi kecemasan orang tua pada ankanya
Interverensi
Gali kebiasaan komonikasi dengan stimulus dan gerakan oarng tua kepada anaknya
Rasional
Untuk dapat menggali efektivitas dan kemapuan serta usaha yang telah dilakukan oleh norang tua
Interverensi
Suport orang tua dalam menerima kondisi anak
Rasional
Meningkatkan harapan dan kemauan keluarga dalam mengajarkan stimulasi
Interverensi
Kuatkan koping keluarga dalam menerima kondisi anak
Rasional
Meingkatakn penerimaan keluarga terhadap kondisi anak